Diawal tahun 2020 ada sebuah berita yang membuat hati terenyuh. Seorang bocah kelas lima Sekolah Dasar di Bogor yang membeli secara daring dan membagi-bagikan NAPZA jenis tembakau gorila kepada teman-temannya. Penangkapan bocah itu sekaligus membongkar komplotan pengedarnya.
Berbicara tentang pemberantasan ketergantungan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Berbahaya Lain atau biasa disingkat NAPZA tidak lah mudah. Bukan hanya publik figur bahkan orang-orang di sekitar kita tak luput menjadi incaran belenggu narkotika dan zat berbahaya lainnya. Total ada 14.010 kasus yang dilaporkan sebagai pelaporan kasus narkoba di Indonesia.
Dulunya orang kesulitan mendapatkan NAPZA. Di masa sekarang dengan banyaknya akses informasi dan saluran distribusi pengedaran yang meluas, semua orang tak terkecuali anak sekolah bisa dengan mudah mendapatkannya. Bahkan menurut Kepala BNN, Komjen Pol Heru Winarko, narkoba jenis baru (NPS) bisa dijual dengan harga Rp5000,00-Rp10.000.00 per paket sehingga anak-anak sekolah pun bisa dengan mudah membeli dan mengonsumsinya.
Khususnya anak-anak muda sebagai generasi penerus bangsa adalah golongan yang rentan disusupi penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Berdasarkan data BNN, penyalahgunaan NAPZA di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Di tahun 2017 terdapat 3,3 juta jiwa dari rentang usia 10 sampai 59 tahun yang terbukti menggunakan NAPZA. Bukannya berkurang, di tahun 2019 penyalahgunaan mengalami kenaikan menjadi 3,6 juta pengguna. 2,3 juta jiwa diantaranya adalah pemakai dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Angka itu setara dengan 3,2 persen dari populasi generasi muda. (CNN Indonesia).
Adiksi menurut KBBI berarti kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat. Di website BNN.go.id ditambahkan bahwa adiksi juga menimbulkan perubahan pola perilaku bagi yang mengalaminya. Rasa ketergantungan membuat pecandu ingin menggunakan NAPZA secara terus-menerus dengan dosis yang semakin meningkat di setiap pemakaian.
Dosis obat-obatan yang semakin besar pun membuat tingkat ketergantungan semakin tinggi. Kalau tidak segera ditangani maka akan sampai pada titik teler yaitu titik tak mampu melewatkan satu hari tanpa obat-obatan. Pecandu akan merasakan gejala putus obat atau biasa disebut sakau. Ketika sudah sampai pada tahap terganggunya kondisi fisik dan psikologis, seharusnya segera dilakukan perawatan oleh tenaga ahli.
Latar belakang anak muda terjerumus ke dalam NAPZA bermacam-macam. Bisa dari lingkungan sekitar, pergaulan yang salah, dan masalah internal di dalam keluarga. Namun, juga ditemukan bahwa sering kali tidak diperlukan suatu kondisi awal khusus untuk dapat menyebabkan seseorang menjadi pecandu NAPZA. (Roger & McMillins (1991))
Ciri-ciri fisik orang yang sedang mengalami ketergantungan ini bisa ditandai dengan perubahan berat badan yang menurun drastis, mata cekung dan merah, terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas sayatan, gigi yang membusuk dan mengeluarkan keringat berlebih. Berdasarkan perubahan perilaku, pecandu akan kesulitan menikmati berbagai aktivitas. Kandungan zat dari NAPZA mampu mengurangi energi emosional penggunanya. Pecandu juga menjadi kasar, suka berbohong, manipulatif dan bertindak impulsif.
Apa yang harus dilakukan bila kamu yang sedang membaca ini sedang mengalami ketergantungan? Atau bagi orang-orang yang tak biasa menghadapi dan melihat ketergantungan ini, apakah hal yang bisa dilakukan untuk menolong orang terdekat yang mengalaminya? Bagaimana pemulihan ketergantungan ini?
Sampai saat ini rehabilitasi pada pecandu NAPZA merupakan salah satu cara yang terbukti efektif mengurangi kecanduan. Di dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 54 dibahas semua pecandu wajib mengikuti proses rehabilitasi, baik medis maupun sosial dan pasal 55 dibahas keluarga atau para pecandu wajib melaporkan kepada Puskesmas, rehabilitasi medis dan rumah sakit yang ditunjuk. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 juga sudah mengatur tentang bantuan rehabilitasi kepada para pecandu.
Panti rehabilitasi untuk pecandu NAPZA ditujukan untuk fokus pada pemulihan medis, fisik, sosial dan psikologis. Di rehabilitasi medis mereka akan didetoksifikasi menggunakan obat-obatan anti kecemasan untuk menstabilkan suasana hati, gangguan psikotik, dan berbagai terapi lainnya. Pada pemulihan psikologis biasanya dilakukan konseling, terapi perilaku kognitif, refleksi diri, penilaian diri dan konseling individu.
Pendamping (caregiver) dan konselor yang bertugas di rehabilitasi akan memberi dukungan moral, sosial, dan agama serta memberi kegiatan sesuai niat dan bakat pecandu. Tujuan akhirnya tentu saja agar pecandu bisa dipulangkan, bersosialisasi kembali bersama masyarakat dan beraktivitas seperti biasa. Harapan lainnya mantan pecandu juga mengalami peningkatan kualitas hidup.
Menurut Maria Goretti Adiyanti (2019) dalam Jurnal Buletin Psikologi UGM Volume 27, dikatakan masalah penyalahgunaan dan adiksi NAPZA masih menjadi masalah besar yang belum teratasi dengan tuntas walaupun banyak pecandu yang mengikuti rehabilitasi. Sebanyak 65,17% pasien penyalahguna NAPZA tidak dilaporkan pulih (Primadi, 2014). Tingginya angka relapse atau kambuh mengharuskan adanya aktivitas aftercare bagi pecandu yang telah mengikuti proses rehabilitasi untuk mempertahankan keberhasilan dan kestabilan mentalnya.
Selain itu, di masa pemulihan ini diharapkan pecandu bisa lepas dan berkesadaran untuk kembali meningkatkan kualitas hidupnya dengan menjauhi obat-obatan terlarang. Sangat diperlukan pola interaksi yang sehat dengan lingkungan agar tidak terjerumus dan kambuh (relapse) lagi ke dalam lingkungan dan pergaulan yang lama. Juga dibutuhkan dukungan dan penerimaan dari keluarga, teman dan kelompok dukungan sosial (support system).
Seperti dibahas di atas, selain pengobatan dan pemulihan medis dari lembaga rehabilitasi, ada satu pemulihan lain yang sangat penting untuk dilakukan saat atau setelah pemulihan adiksi NAPZA yaitu pemulihan psikologis. Ketergantungan NAPZA biasanya disertai dengan adanya gangguan kesehatan mental. Maka perlu untuk mendapat pendampingan profesional dari konselor, psikiater dan psikolog klinis.
Mengapa ini penting? Berbagai penelitian dan sumber mengatakan kesehatan jiwa bisa terganggu karena berbagai penyebab. Salah satunya karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba. Menurut laporan Jurnal Asosisasi Pengobatan Amerika di helpguide.org dikatakan bahwa 50 persen individu dengan gangguan mental parah disebabkan oleh penyalahgunaan NAPZA. Sehingga ada diagnosis ganda yaitu adiksi dan gangguan mental. Gangguan kesehatan mental bisa terjadisebelum pemakaian NAPZA (genetik), saat proses pemulihan medis atau saat proses rehabilitasi selesai. Untuk penderita gangguan mental karena genetik, bisa saja ketergantungan NAPZA menjadi pemicu (trigger) terganggunya kesehatan mental.
Masalah kecanduan ini tentu sangat mengkhawatirkan karena ternyata penyalahgunaan NAPZA tidak hanya berpengaruh kepada kesehatan fisik tetapi juga kepada kesehatan mental. Di banyak kasus penyalahgunaan NAPZA juga dapat menimbulkan masalah pada pribadi, sosial, dan kesehatan yang berdampak negatif pada kualitas hidup. (Fooladi, Jirdehu, dan Mohtasham-Amiri, 2014; Hoseinifar et. al,. 2011; Karow et. al., 2010). Masih dari sumber yang sama, para mantan pecandu yang sudah pulih beberapa tahun pun masih menyatakan bermasalah dengan keluarga, hubungan sosial negatif dan kehidupan sehari-harinya. Tidak sedikit mantan pecandu yang kembali lagi terjerumus kepada penyalahgunaan NAPZA.
Ditinjau dari efek yang ditimbulkan akibat ketergantungan obat-obatan terlarang, menurut website gooddoctor.co.id, penggunaan NAPZA bisa mempengaruhi keseimbangan kimia di otak. Efek NAPZA bisa berupa gangguan kecemasan, halusinasi, delusi dan gangguan suasana hati (mood swing). Bahkan bila tidak segera ditangani bisa menyebabkan depresi dan berpeluang tinggi menjadi gangguan skizofrenia.
Saat melakukan terapi dan konseling dengan ahli perlu adanya keterbukaan dari penderita yang mengalami gejala bersamaan (co-coccuring) yaitu adiksi dan kesehatan mental yang terganggu. Penderita yang tidak terbuka akan menyulitkan psikiater atau psikolog mendiagnosis sakitnya dan menentukan pengobatan mana yang menjadi kebutuhannya. Bila kondisi ini datang bersamaan, penderita akan mempunyai masalah medis, sosial, dan emosional yang lebih kronis daripada orang dengan pengidap salah satu saja. Mereka rentan kambuh dan mengalami gejala putus obat (sakau). Penyembuhannya pun memakan waktu lebih lama karena perlu pengobatan dan evaluasi bertahap.
Pecandu yang mau terbuka terhadap kondisinya juga perlu disiplin mengikuti terapi dan pengobatan dari ahli. Para ahli akan memutuskan terapi dan perawatan apa yang akan diberikan kepada pecandu sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Alasan kembalinya para pecandu terjerumus selain mudahnya akses untuk mendapatkan NAPZA, ternyata banyak dari mantan pecandu ini tidak mengikuti program rehabilitasi sampai selesai. Mereka kembali memakai karena bergaul lagi dengan teman-temannya yang masih aktif memakai. Di sinilah perlunya kehadiran sistem pendukung (support system) dan pendamping (caregiver) dari orang-orang terdekat.Menurut Very Well Mind, sistem dukungan sosial menjadi komponen kunci dari hubungan yang solid dan kesehatan psikologis yang kuat. Mereka adalah orang yang pertama ditemui penderita saat menghadapi krisis pribadi dan membutuhkan bantuan segera.
Para pecandu juga harus didorong dan dibimbing untuk menemukan tujuan dan meningkatkan kualitas hidup supaya tahu alasan untuk sembuh dan menjauhi NAPZA. Jika mereka tidak punya tujuan hidup maka kemungkinan untuk kembali akan sangat tinggi. Motivasi kuat untuk pulih bergantung pada kesadaran dari dalam diri pecandu untuk sembuh. Menumbuhkan kesadaran ini diperlukan dukungan sekitar dan bimbingan ahli.
Menurut website Dinas Kesehatan, beberapa tips untuk menjaga kesehatan mental secara mandiri adalah menerima dan menghargai diri sendiri, menjaga hubungan baik dengan sekitar, aktif berkegiatan, istirahat cukup, mengonsumsi makanan dan minuman sehat serta rutin berolahraga. Penting juga untuk meminta bantuan kepada orang lain dan ahli bila tidak dapat mengatasi masalah.
Tujuan pulih tentu agar berhenti dan mengontrol perilaku pemakaian NAPZA, memutus rantai pemakaian narkoba dan menjadi manusia yang sehat dan produktif. Integrasi peran caregiver, kelompok sistem pendukung (support system group),konselor dan ahli sangat diperlukan agar mendapatkan pemulihan yang lebih maksimal. Setelah dievaluasi pulih oleh semua pihak terkait pun sebaiknya mantan pecandu perlu merapatkan diri kepada komunitas dukungan sosial.
Menurut Matt Haig (2018) dalam buku Reasons to Stay Alive, ketika kita mulai pulih dan hidup kemnbali, kita melakukannya dengan cara pandang baru. Segala sesuatu menjadi lebih jelas, dan menyadari hal-hal yang tidak disadari sebelumnya.
Kesimpulan:
Kecanduan NAPZA menurut Carmichael (2001) mempengaruhi perilaku, mental, tingkat kewaspadaan dan persepsi penyalahguna dalam memandang dunia. Dari beberapa penjabaran di atas, kita bisa melihat bagaimana pentingnya rehabilitasi dalam proses pemulihan. Pengaruh buruk NAPZA membuat produktivitas, kesehatan dan kesadaran pengguna mengalami penurunan drastis. Tentu ini berpengaruh besar kepada kemajuan negara di masa depan.
Perlu juga ada kesadaran pada kasus penyalahgunaan narkoba dan masalah kesehatan mental yang terjadi bersamaan. Keduanya harus diatasi oleh bantuan profesional seperti dokter, psikolog, psikiater dan konselor. Buat pecandu jangan pernah ragu untuk berkonsultasi kepada ahlinya. Untuk pertolongan awal ceritalah kepada orang-orang yang kamu percaya.
Mantan penyalahguna juga sangat memerlukan penerimaan dan dukungan sekitar seperti keluarga, orang terdekat dan kelompok sistem pendukung (Support System Group) untuk menumbuhkan kesadaran tidak lagi kembali kepada kebiasaan lama memakai NAPZA.
Beberapa hal lain yang perlu diingat bagi mantan pecandu dengan diagnosis ganda, adiksi dan gangguan kesehatan mental, dalam proses pemulihannya tetap harus dievaluasi rutin oleh tenaga ahli seperti psikolog, psikiater, pekerja sosial dan konselor. Evaluasi perkembangan kondisi mantan pecandu dari panti rehab, ahli kesehatan mental dan semua pihak terkait adalah wajib.
Penting bagi pengguna untuk tahu mencari pertolongan pada diri sendiri (self help) dan berkumpul dengan kelompok sistem pendukung (support system group) guna berbagi pengalaman dan saling menguatkan. Berkumpul bersama kelompok pendukung meningkatkan semangat, motivasi dan hubungan sosial yang sehat. Penerimaan dan dukungan orang sekitar adalah awal dari pemulihan. Selalu ada harapan. Salam.
Sumber Jurnal:
Maria Goretti Adiyanti. 2019. Inisiasi Ketangguhan Masyarakat dalam Mengatasi Adiksi NAPZA: Menelaah Program Rehabilitasi Program Rehabilitasi.Yogyakarta. Buletin Psikologi Jurnal UGM. Volume 27 (1): halaman 87-108
Nomor Telepon Penting:
Bila pembaca memiliki saudara yang sedang mengalami masalah ketergantungan NAPZA dan membutuhkan informasi serta pendampingan , dapat menghubungi nomor di bawah ini:
Yayasan Rehabilitasi Medan Plus
a.n Eban Totonta Kaban
WhatsApp 081260090050
Biodata Penulis:
Maria Julie Simbolon lahir 28 tahun lalu di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Saat ini berdomisili di Medan. Keempat karya Antologinya berjudul Pulih Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental, When Writers Met, Kisah dari Ruang Terdalam dan Single, Strong and Sparkling. Beberapa cerpennya terbit di berbagai media. Senang bila tali persaudaraan bisa dilanjutkan di:
akun facebook Maria Julie Simbolon,
akun instagram @missmarjul
Mental health issues matter
Recovery matter
Thank you. 🙏
Banyak odgpz yang belum mempunyai life skill menghadapi faktor pemicu internal .Dan bagaimana seharusnya yang dilakukan odpgz dengan coping sklill nya?
kalau bersedia untuk konsultasi lebih lagi, boleh hubungin kontak person ya bro..
dan boleh visit instagram kita untuk melihat layanan kita..
Hidup sehat tanpa narkoba, hidup akan bahagia tanpa narkoba.. Sehat itu tidak mahal harganya….